07/02/10

#08 See You on the Other Side

Aku bosan makan bubur itu. bahkan dulu aku sempat berpikir, sampai saat-saat terakhir aku bersama kamu dan yang lain, kalau bisa jangan bubur itu lagi makanannya. Dan ya, memang sulit sekali untuk memberitahu orang, bahkan untuk hal-hal kecil sekalipun. Aku hanya sesekali bisa mengedipkan mata, itu juga bukan berarti kamu dan yang lain tahu apa yang aku maksud. Susah sekali menggerakkan badan ini. Yah, mungkin setengahnya juga sudah tidak berguna lagi. Setengahnya lagi saja terselamatkan berkat obat jutaan rupiah yang hanya akan membuat aku mati lebih lama sedikit.

Dan maafkan selama ini aku membuat repot. Di malam-malam panjang dimana kamu menangis sepanjang malam di hadapan tempat tidur ini, aku tidak tidur. Hanya saja mata ini terkadang mati rasa, sehingga dokter bilang aku ini tidur. Tetapi sebenarnya aku menyaksikan kamu menangis. Kadang juga kamu datang dan membacakanku novel-novel tebal yang tidak pernah bisa aku rampungkan saat raga ini masih berdaya. Terimakasih telah menceritakan kepadaku semua cerita-cerita itu.

Dan aku juga tidak akan melupakan puisi-puisimu yang kau bacakan. Kamu membacakannya dengan raut paling jujur yang aku tahu. Lucu ketika aku masih bisa bicara, kamu akan selalu menjadi orang paling sombong dan pelit di hadapanku. Namun sekarang setelah tertimpa musibah dan mulut ku terkunci hingga hayat usai, mendapatimu seperti ini menjadi hadiah kecil didalam mimpi buruk. Aku tidak tahan ketika kamu membacakannya hingga menangis. Berlagak biasa saja ketika suster-suster datang membawa sekotak obat-obatan tanpa guna. Mereka seperti sudah biasa menemukan kamu berbicara sendiri kearah ku.

Aku paling suka saat kamu mengulang-ngulang cerita masa muda kita. Aku selalu ingin hidup 100 tahun lagi, saat kamu menceritakan betapa bodoh dan gegabahnya kita dulu. Atau saat aku melamarmu di bawah pohon oak tua sebelah rumah Oma Magdalena. Aku tidak tahu kenapa kamu sering sekali mengulang kisah itu, tapi berakhir menangis lagi sampai tertidur.

Dan darimana kamu dapatkan foto-foto tua itu? kamu tidak berhenti menunjukkannya kepada ku, sambil berandai-andai bahwa kita akan setua papa-mamaku dan beranak pinak hingga eneg.

Bahkan hingga kini masih ada beberapa orang yang tidak aku kenali mukanya, datang menjenguk aku. Mereka selalu mengulang-ulang pertanyaan yang sama mengenaiku, dan menyaksikan kamu menjelaskannya dengan sedih hanya membuatku semakin ingin mati. Aku bingung kenapa perhatian membanjiri ruangan ini, pada saat aku sudah mau mati.

Terimakasih juga telah mau memandikanku. Terimakasih sudah mau tidur duduk disamping tempat tidurku. Aku khawatir kamu yang jadi sakit juga, terlalu lelah mengurusi orang sekarat seperti aku. Di malam-malam ketika aku masih terjaga, kamu sering mengigau dan lagi-lagi menangis. Entah berapa liter air mata yang sudah jatuh dari mata itu. mungkin sudah bisa mengatasi kekeringan di Afrika.

Bahkan aku tidak pernah menyadari apa yang kamu rasakan untukku, ternyata sebesar ini. Mungkin karena kamu juga tidak pernah mau menunjukkannya kepadaku, saat semuanya masih baik-baik saja. Ah andai saja kamu seperti ini sejak dulu. Mungkin aku masih bisa menemukan harapan hidup terselip di saku celana.

Sumpah demi Andromeda aku masih bisa merasakannya saat kamu mengusap kening ini. Aku masih bisa merasakannya saat kamu mengecup pipiku dan berbisik kata-kata yang tak mungkin aku dengar pada saat dulu. Tapi untuk membalasnya, mungkin hanya bisa menggerakkan jari telunjuk kiri sejauh 1 mili.

Ah ya sudahlah. Mungkin memang sudah saatnya kita berpisah. Seandainya aku masih bisa memberitahumu segalanya yang selama ini tertahan hanya di pelupuk mataku.

Good night. See you in the other side

1 komentar: