07/02/10

#04 Alexia dan Bohemian Rhapsody 3 Tahun Lalu



Jangan bermain akal dengan seorang Alexia. Dia orang paling logis yang pernah suka The Beach Boys, dan dengan sukarela membenci The Beatles karena dia tuduh sebagai penjiplak tersukses. Kami biasa bertemu di bar selagi hujan turun deras dan seluruh supir taksi di Indonesia lupa melewati kantor saya.

Alexia bukan orang yang mau terima apa saja begitu saja. Saya terbiasa berdebat dengannya, diwasiti meja bundar mahoni tua, dengan dua kursi panjang ala Bar Eropa. Kemarin malam mengenai bagaimana cara John Bonham meninggal. Saya tetap percaya bahwa dia mati karena 40 sloki vodka, tetapi Alexia yang mengaku seorang Zeppish sejati, masih saja yakin bahwa Bonzo meninggal hanya karena menjadi tua.

Jangan pernah Tanya soal musik kepada Alexia, dia akan senang hati menggelar sebuah pertunjukkan wayang urban semalam suntuk, tentang bagaimana Bowie menjadi biseks, sampai kenapa sampai album See you On the other side,Head Korn berubah haluan menjadi seorang Pastur. Perangai kerasnya menunjukkan sebuah benteng pertahanan yang kuat. Sangat mencolok, bagaimana dia sangat ingin saya menilainya sebagai wanita independen-berkarir-pantang sedih. Bila Hendrix masih hidup dan masih menjadi budak morfin sampai kemarin malam, pasti dia akan memainkan Foxy Lady untuk Alexia yang hampir mencekik saya karena ngotot membayar semua tagihan minum kami.

Sampai Jumat kemarin, saya tidak pernah tahu dan tidak pernah terlibat dalam kehidupan cintanya.

Dia membuka pintu bar dengan punggungnya, mendorong perlahan. Tangannya menopang kotak kue coklat besar yang apapun mereknya, sepertinya sangat lezat. Saya tahan Heineken saya di ujung bibir, sambil melirik kearah Alexia yang masih tersenyum.

Mulut seluruh orang di bar malam itu mendadak terasa manis. Saya tidak sempat berdebat dengan Alexia, dia sibuk menceritakan kronologi promosi jabatannya menjadi redaktur budaya berkat rencana liputan festival Coachella 09 yang dia menangkan. Alasan yang cukup kuat untuk membuat perut semua orang menjadi penuh akibat traktiran kue coklat yang dia bawa.

Saya hanya memandanginya dari kejauhan. Rambut tebalnya tidak pernah membosankan untuk dipandang. Mata kecil-nyaris sipit-nya bukanlah objek yang bisa dengan mudah diabaikan dan tidak dipandangi. Sampai Bobi si bartender mendorong kepala saya dengan jari telunjuknya.

Entahlah, mungkin saya saja yang berlebihan,tetapi dari matanya, Bobi seakan berkata,” Sudahlah, dia terlalu kuat untuk kamu taklukkan. Dia tidak akan pernah menunjukkan dan memberikan kesempatan bagi kamu untuk bisa berperan sedikitpun.” Kalaupun Bobi si bartender tidak berpikir itu, sepertinya saya saja yang berpikir sampai ke titik itu.

Tengokan saya berikutnya kearah Alexia malam itu adalah saat dia memutuskan untuk membuka piano tua dan kembali melantunkan Tracy Chapman. Andalan Alexia saat dia sedang berbahagia. Di bagian refrain kedua, selalu dia beri aksen staccato dan akibatnya lagu itu akan menjadi sebuah ciri khas Alexia. Pertama kali saya tahu dia bermain piano, saya menantangnya bermain Bohemian Rhapsody, dan dia mengabulkan tantangan itu dengan mata tertutup.

Bobi baru saja dikirimi oomnya plat tua Eagles album hell freezes over, dan dia memasang lagu Desperado seiring Alexia berjalan mendekati saya.

“Bagaimana mungkin kamu tidak pernah jatuh cinta denganku?” tanyanya pelan. Aroma red wine meluncur lugas ke hidung.

Saya terdiam sejenak. Memandang matanya yang bersinar seribu bahasa. Merunduk.

“Kamu tidak pernah memberikanku kesempatan untuk tahu bahwa kamu butuh aku.” Jawab saya serak. “Kamu sibuk menunjukkan betapa kerasnya pikiranmu, betapa dewasa dan dalamnya pikiranmu. Aku tidak butuh itu. Aku butuh kamu untuk menunjukkan bahwa kamu butuh aku. Itu saja.”

“Kenapa? Kamu tidak suka wanita yang mempunyai argumen, pendirian, prinsip,komitmen terhadap dirinya sendiri?” Alexia bertanya tegas.

“hanya orang idiot yang tidak sadar bahwa kamu pintar, tetapi tidak harus jadi seorang jenius untuk bisa jatuh cinta denganmu,lex.” Sahutku.

“Kamu tahu, aku adalah orang yang sangat kesepian. Hidupku hanya tentang benteng pertahananku, harga diriku yang kelewat mahal,dan Tas LV ku yang baru saja ketumpahan Kopi tadi pagi.” Bentak Alexia sambil menangis. Semua orang terdiam seketika.

“Lalu buat apa aku beritahu kamu kalau aku jatuh cinta padamu sejak Bohemian Rhapsody tiga tahun lalu?” Ucapku seraya menutup malam itu berbarengan dengan champagne supernova menggores telinga dan hati..

1 komentar:

  1. *senyum senyum bacanya soalnya cm satu sosok manusia yg terlintas dlm benak ini, teman saya sndri :D

    BalasHapus