07/02/10

#05 Jay & Bilik Jasa Marga



Mungkin Jay adalah orang yang paling banyak menghitung uang di tengah larut malam. Kemeja Jasa Marganya sudah mulai pucat, mengiringi bulat tiga tahun dia duduk di dalam ruangan sempit yang penuh dengan uang. Entah uang siapa, yang pasti bekerja menjadi petugas gerbang tol, memang bukan pilihan terbaik Jay.

Dia mendaratkan bokongnya di bilik membosankan itu setiap senin, kamis dan sabtu malam. Di dalam bilik itu, dia sudah berbagi ratusan cerita dengan MP3 player buatan Cina milik adiknya yang hingga kini diam-diam Jay ambil saat adiknya tertidur. Seraya menaikkan selimut kumal sampai dagu adiknya, Jay mengambil MP3, menyelipkannya ke kantung kemejanya dan bergegas pergi untuk bertemu teman lamanya, si bilik gerbang tol.

Tiga tahun belakangan, teman di malam hari bagi Jay bukanlah hadir di dalam obrolan panjang, gelak tawa ataupun tangis haru biru. Teman di malam hari bagi Jay adalah derungan bunyi AC rongsok di bilik kecil. Siaran radio lokal yang penyiarnya menggelar arisan via siaran, Uang receh yang bergemerincing saat jatuh di sela-sela dia mengitung kembalian.

Padahal Jay bertemu banyak sekali orang baru setiap malam yang dia habiskan di bilik tua itu. Dia sering sekali memperhatikan detil-detil dari setiap orang baru yang ditemuinya.

23.45 WIB: seorang bapak tua yang tampak workaholic, membayar tol sambil mengantuk dan mendengarkan radio tua yang isinya berita politik membosankan.

00.24 WIB: Pasangan muda yang sedang jatuh cinta, membayar tarif tol dengan gaduh, dan suara tembang-tembang cinta membahana di mobil kelas pekerja mereka.

01.30 WIB: Anak muda yang baru pulang pesta. Dengan pakaian mencolok mata, mendengarkan musik disko non pantura. Menjulurkan tangan dengan agak tidak fokus karena segelas pina colada dari teman yang sedang berbahagia.

Itulah pemandangan Jay setiap malam dari bilik itu. Pertemuan yang berlangsung tidak lebih dari 10 detik itu, malahan membuat Jay banyak belajar tentang manusia.

Suatu malam lewat sebuah mobil, dengan supir seorang wanita yang sedang menangis keras, sambil menempelkan telepon genggamnya di kuping, dan berusaha membayar tol dengan tangan satunya yang sedang memegang setir. 4 detik perjumpaan dengan wanita itu, Jay dengan mudah mengundang empati dari matanya turun ke hatinya, bahwa wanita itu sedang mengalami kesedihan yang luar biasa.

Jay banyak melihat banyak kesedihan selama dia terperangkap di bilik itu. Hitungan detik tidak membuat Jay tidak bisa menilai apa yang sedang orang rasakan. Berbagai jenis manusia melewati Jay setiap malam. Berbagai perasaan manusia ada di hadapan Jay selama dia bekerja.

Entah beruntung atau tidak, Jay bisa menemukan mereka yang sedang tidak bersandiwara.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar