27/03/10

untuk apa?

Sore itu saya bertemu dengan dia.
Mahasiswa muda yang membuat emosi saya membara.

Semua berawal dari siaran langsung televisi, yang memperlihatkan kemarahan demonstran yang sebagian besar terdiri dari kelompok mahasiswa, merangsek pagar dan merusak halaman Gedung DPR. Isunya, mengenai pengambilan suara perihal kasus Bank yang tersohor. Ah, tidak mungkin Anda tidak ingat saat itu.

sore itu, Saya hanya seorang pria yang baru pulang dari kerja, memencet remote televisi dan berharap ada tontonan yang menarik.

lalu di layar kaca, mempertontonkan aksi anarkis para mahasiswa. Ada satu yang sedang berkoar dan moncongnya disodori mikrofon stasiun televisi yang sedang meliput. Mahasiswa itu berteriak-teriak ttg hak rakyat, tuntutan-tuntutan yang absurd. Entah kenapa terlihat sekali, anak muda ini hanya berdemo karena dibayar oleh pihak provokator. Nada bicaranya terlalu meledak-ledak, seperti kehilangan arah. Andai semangatnya disalurkan di kelas-kelas kuliahnya, ketimbang beraksi jadi pahlawan kesiangan di jalanan.begitu selesai diwawancara, kamera masih merekan gambarnya, yang ternyata langsung mengangkat telepon selularnya dan bercerita bahwa baru saja mukanya terekam gambar stasiun Tv swasta. untuk apa?

Toh ini bukan lagi tahun 90an, dimana masyarakat punya common enemy yang adidaya. perang itu sudah bukan lagi ada di jalanan kawan. perang itu ada di dalam diri kita sendiri. pintu-pintu itu sudah terbuka lebar. mahasiswa yang masih berdemo seperti sore itu yang saya saksikan, hanya mengenang romantisme semu masa orde baru.

...

minggu siang, saya iseng belanja ke supermarket dekat kontrakan dengan menggunakan angkutan umum. saya memasuki angkutan itu dan duduk rapi di kursi. Ternyata di sebelah saya ada si mahasiswa yang membuat emosi saya membara sore itu ketka menyaksikan siaran demonstrasi di depan gedung DPR. dia sedang menerima telepon. membicarakan sejumlah uang yang baru saja Ia dapat, karena telah menjalankan tugas bosnya untuk menjadi pmpinan demonstrasi.

Saya memperhatikan mukanya jelas-jelas.
betul, dia orangnya.

"maaf mas, mas yang waktu itu berdemo di gedung DPR ya?"

"iya, pasti nonton di TV ya pak?"

"iya, saya mau tanya perihal demonya mas."

"waduh, saya juga gak ngerti pak, mendingan jangan tanya saya. saya hanya menjalankan tugas."

"hoo, lalu waktu itu saya lihat mas semangat sekali berkoar di depan televisi?"

"ah, itu kan udah ada tulisannya di kertas yang dibagi, bagi. saya hanya mengulangi apa yang disuruh aja."

"hoo, iya iya."

percakapan yang sangat singkat, dengan makna yang sangat dalam bagi saya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar